Seperti yang sudah diceritakan di sini bahwa selama 3.5 tahun di New Zealand pak Abink sudah mencicipi CHristchurch hospital sebanyak 2 kali.. Pertama karena operasi empedu, dan yang kedua karena kecelakaan. Detil kejadiannya sudah diceritakan di sini dan di sini.
Jadi pas kejadian itu, kami bertiga dibawa ke hospital dengan ambulance. Terus terang, itu pertama kali saya naik ambulance. Di dalam ambulance, Pak ABink yang banyak di cek ini itu, di rawat luka di kepalanya, sampe dipasang penopang leher untuk tindakan preventif.
Sampai di RS, kami di minta menunggu beberapa saat lumayan lama.. Katanya, di hari libur waitangi day memang lagi banyak kecelakaan karena banyak orang keluar rumah, pesta dan mabuk. Setalah kami dialokasikan satu bilik untuk pemeriksaan, dokter akhirnya datang untuk periksa kami ber tiga. Bapak Abink tentunya diperiksa paling detail berkaitan dengan kakinya dan juga di ambil darah nya untuk tes alkohol. Sepertinya basic prosedur kalo ada kecelakaan, pasti di tes alkohol. Saat itu karena kami yakin nggak salah dan bapak Abink sama sekali nggak dalam pengaruh alkohol, jadi ya santai aja ketika diminta tes alkohol. Cukup lama kami menunggu di bilik kecil itu, belum juga ada kejelasan apakah kami boleh pulang atau harus ada tindakan lanjutan.
Sementara menunggu, kami didatangi seseorang yang memperkenalkan diri dari organisasi victim support. Beliau bilang tugasnya di situ adalah untuk mensupport kami sebagai korban di kecelakaan itu. Supportnya bisa dalam berbagai bantuk, dari pendampingan sampai memastikan bahwa kami sampai rumah lagi dengan selamat. Nice yaaa… disaat kami dapat musibah di negeri orang, ternyata ada orang “asing” yang juga peduli dengan kami.
Lepas makan malam (mereka menyediakan makan malam untuk kami juga), barulah bapak Abink di rontgen kakinya dan dipindahkan ke ruang perawatan khusus tulang. Di sana dokter bilang kalau bapak Abink harus tinggal di RS sementara saya dan Alia boleh pulang. Waktu itu, bapak dari victim support sudah menawarkan untuk mengantar saya dan Alia pulang. Tapi, karena masih trauma dg kejadian kecelakaan itu dan ada perasaan takut dengan orang asing maka bapak Abink memutuskan untuk menelepon seorang teman Indonesia yang akhirnya datang ke rumah sakit dan mengantar saya dan Alia pulang malam itu.
Long story short- Bapak abink harus di gips selama 6 minggu dan itu merubah banyak hal.. Bapak Abink harus beajar pakai tongkat, jalan dengan 1 kaki untuk sementara, nggak ada mobil kemana-mana naik bis, harus menunda rencana kepulangan kami, menghanguskan tiket PP Christchurch-Wellington yang sudah dibeli, membatalkan rencana jalan2 seputar Christchurch dan saya waktu itu jadi sangat melankolis (sedih tiba-tiba, nangis tanpa sebab yg jelas dan jadi over protektif).
Tapiiii….. banyak hikmah yang bisa kami dapat juga dari kejadian ini. Alia jadi hepiii naik bis tiap hari ke sekolah, jadi sering play date sama temen sekolahnya, jadi punya waktu yg lebih lama di rumah secara bapak Abink nggak bisa kemana-mana juga.. Trus, yang bikin hepi dan terharu, banyaaakkkk banget temen2 internasional kami yang datang menawarkan batuan. 1-2 minggu awal, adaaa aja yang datang bawa makanan, menawarkan untuk antar-jemput alia, bahkan untuk kontrol ke dokter ada satu teman (ibu nya teman sekolah Alia) yang selalu siap sedia mengantar dan menunggu sampai proses kontrol selesai. Support dari teman-teman Indonesia juga semakin bikin kami kuat. Ada keluarga mb Achie n Mas Endro yang datang ke rumah tiaap hari untuk sekedar nemenin kami ngobrol sementara Alia main dengan Alisya, putri cantik mereka.. Ada Kelg mb Hesti & mas Pandu yang siap dititipin belanjaan.. dan banyaak lagi teman2 yang nggak bisa disebut satu-satu disini.. Alhamdulillah kami dikelilingi orang-orang baik 🙂
Mudah-mudahan ini terakhir kalinya kami mencicipi CHristchurch Hospital kalau christchurch woman hospital?? masih pikir-pikir dulu 🙂